Senin, 07 Desember 2009

Perdagangan Karbon Perlu Payung Hukum

Dari Sisa 5 Juta Ha Hutan Primer Hanya Separuh Saja yang Siap Dijual

PALANGKA RAYA-Potensi hutan primer Kaltengyang masih tersisa sekitar 5 juta hektar merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Namun,sejauh ini harapan masyarakat Kalteng untuk mendapatkan keuntungan hasil hutan melalui perdagangan karbon (Carbon Trading) belum bisa terwujud. Pasalnya, hingga sekarang belum ada ketentuan perundang-udangan yang mengatur tentang perdagangan karbon. "Memang sih rencana dimulainya perdagangan karbon baru pada 2012 mendatang, tetapi sebelum itu tentu harus ada payung hukumnya" kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalteng Drs Moses Nicodemus,MM saat disambangi Kalteng Pos di Bandara Tjilik Riwut, Rabu (21 l2). Menurut Moses Nicodemus, keberadaan payung hukum ini sangat strategis dalam konsep perdagangan karbon. Oleh karena itu hendaknya pula perumusan payung hukum harus pula dilakukan secara lintas departemen. Dalarn hal ini tidak hanya oleh Departemen Kehutanan saja, melainkan pula departemen,lainnya seperti Kantor Kementrian Iingkungan Hidup (KLH). Selama ini kawasan hutan di wilayah Kalteng telah banyak berjasa dalam mengurangi pencemaran lingkungan dari emisi gas buang CO2 dari negara-negaramaju. Sebagai timbal baliknya, seharusnya negera-negara maju harus kompensasi kepada negara yang masih memelihara kawasan hutannya. "Kompensasi ini bisa berupa dana bantuan langsung dari negara-negara penghasil gas buang, namun bisa pula dalam bentuk upaya pengurangan produksi gas buang melalui berbagai program yang dilaksanakan sendiri oleh negara maju,"ungkap Moses Nicodemus. Diungkapkan Moses, secara umum kawasan hutan primer di Kalteng yang tersisa masih sekitar 5 juta hektar. Namun dari jumlah tersebut hanya sekitar separuhnya saja dapat dijual. Sedangkan selebihnya adalah sebagai kawasan hutan produksi yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat. "Mengapa hanya separuhnya saja yang bisa dijual? Alasanya bahwa masyarakat Kalteng masih membutuhkan lahan yang sangat luas untuk melakukan pembangunan. Kalau sisa hutan primer itu semuanya dijual, maka konsekuensinya rnasyarakat Kalteng tidak boleh menebang satu batang pohonpun yang berada di dalam kawasan hutan primer," beber Kepala BLH. (tur, sumber : Kalteng Post,3 Desember 2009)

Tidak ada komentar: